Gen Z Luas Pengetahuan Tapi Kurang Tekun, Ini Penjelasan Psikologinya

Gen Z kurang tekun, generasi instan, psikologi Gen Z, tantangan Gen Z, mental Gen Z, ketekunan dan fokus, perilaku generasi digital.


Generasi Z, atau Gen Z, dikenal sebagai generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh dalam era digital, dengan akses informasi yang nyaris tak terbatas hanya melalui genggaman tangan. 

Pengetahuan mereka luas, cepat menyerap tren, dan cakap dalam teknologi. 

Namun, ada sisi lain yang mulai disorot banyak pihak: kurangnya ketekunan, kesukaan terhadap hal instan, dan mudah terdistraksi. Apa penyebabnya? Mari kita telaah dari sisi psikologi.

1. Terlalu Banyak Pilihan, Terlalu Sedikit Fokus

Menurut teori paradox of choice yang dikemukakan oleh Barry Schwartz, terlalu banyak pilihan justru bisa membuat seseorang sulit mengambil keputusan dan merasa tidak puas. 

Gen Z hidup dalam dunia dengan ribuan opsi: mau belajar apa, bekerja di bidang apa, bahkan sekadar memilih aplikasi mana yang mau digunakan hari ini.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, seperti Gen X atau Baby Boomers, yang memiliki keterbatasan sumber daya dan pilihan, mereka cenderung lebih tekun pada satu bidang karena tidak ada banyak opsi untuk berpindah-pindah.

Akibatnya, Gen Z mudah berpindah fokus dan kurang memiliki grit atau daya juang jangka panjang untuk menekuni satu hal secara mendalam.

2. Dorongan Untuk Serba Instan

Dalam teori behaviorisme, khususnya yang dipelajari oleh B.F. Skinner, perilaku seseorang dibentuk oleh penguatan (reinforcement). Gen Z terbiasa mendapatkan penguatan instan dari dunia digital: notifikasi, likes, komentar, hingga hiburan cepat dalam bentuk video pendek. 

Hal ini secara psikologis membentuk kebiasaan baru — keinginan untuk hasil cepat dan langsung.

Mereka cenderung menghindari proses panjang, tidak sabar dengan pembelajaran bertahap, dan cenderung mencari shortcut dalam mencapai tujuan. 

Ini juga menjelaskan mengapa mereka tampak "malas", padahal sebenarnya sedang mencari jalan tercepat yang mereka anggap efisien.

3. Distraksi Teknologi dan Dampaknya pada Mental

Penelitian dalam psikologi kognitif menunjukkan bahwa multitasking digital dapat menurunkan kapasitas perhatian (attention span) seseorang. 

Gen Z hidup di era notifikasi tanpa henti, berpindah dari satu layar ke layar lain, dari satu informasi ke informasi lain dalam hitungan detik.

Kondisi ini menyebabkan mereka sulit untuk fokus dalam waktu lama. Akibatnya, banyak dari mereka yang mengalami kelelahan mental (mental fatigue), kecemasan berlebih, bahkan burnout meski belum masuk dunia kerja secara penuh.

4. Tantangan Psikososial di Era Digital

Menurut Erik Erikson dalam teorinya tentang perkembangan psikososial, remaja dan dewasa muda berada dalam tahap pencarian identitas. 

Di era media sosial, pencarian ini menjadi lebih kompleks. Gen Z tidak hanya mencari tahu siapa mereka, tapi juga merasa harus “tampil baik” di hadapan publik digital. Ini menciptakan tekanan sosial yang besar.

Mereka merasa harus cepat berhasil, cepat terkenal, atau cepat kaya. Tekanan ini membuat proses belajar dan menekuni satu bidang terasa lambat dan membosankan. Akhirnya, mereka lebih memilih jalan cepat meski tidak mendalam.

***

Gen Z memiliki keunggulan dalam akses informasi dan kemampuan adaptasi digital, namun tantangan utamanya terletak pada kurangnya ketekunan, kesabaran, dan fokus. 

Faktor-faktor seperti banyaknya pilihan, budaya instan, distraksi teknologi, dan tekanan identitas sosial menjadi penyebab utama dari kondisi ini.

Solusinya bukan menyalahkan, tapi menciptakan sistem pendidikan dan pembinaan yang lebih fleksibel, relevan, dan mampu memfasilitasi kedalaman dalam belajar, bukan hanya kecepatan dalam menyerap informasi.

Link copied to clipboard.