Kenapa Ada Orang yang Benci Dirinya Sendiri?

Tidak sedikit orang yang hidup dalam bayangan kebencian terhadap dirinya sendiri. 

Mereka mungkin tersenyum di depan orang lain, tapi di dalam hati, ada suara yang terus berbisik: “Aku gak cukup baik.” 

Dalam psikologi, fenomena ini dikenal sebagai self-loathing — kondisi ketika seseorang menolak, meremehkan, atau bahkan membenci dirinya secara emosional dan mental.

1. Akar Psikologis, Dari Pola Asuh hingga Trauma

Kebencian terhadap diri sendiri biasanya tidak muncul tiba-tiba. Ia tumbuh dari pengalaman hidup yang panjang. 

Pola asuh adalah faktor besar. Anak yang tumbuh dengan orang tua yang sering mengkritik, membandingkan, atau tidak memberi kasih sayang tanpa syarat, cenderung membawa luka itu hingga dewasa. 

Ia belajar bahwa kasih sayang harus “diperjuangkan”, bukan diterima.

Selain itu, trauma — baik dari kekerasan fisik, verbal, maupun kegagalan berat — dapat menciptakan distorsi cara seseorang menilai diri sendiri. 

Otak akan mengasosiasikan rasa sakit dengan identitas diri, seolah-olah “aku pantas disakiti karena memang aku buruk.” 

Lama-kelamaan, pikiran ini membentuk schema negatif dalam kognisi, yaitu pola pikir yang menolak penghargaan terhadap diri.

Faktor sosial juga berperan besar. Di era media sosial, orang mudah merasa tidak cukup menarik, tidak cukup sukses, atau tidak cukup bahagia. 

Comparison culture menciptakan ilusi bahwa semua orang lain lebih baik. Padahal, yang dilihat hanya potongan terbaik hidup orang lain — bukan kenyataan utuhnya.

2. Mekanisme Otak dan Emosi yang Terjebak

Secara ilmiah, perasaan membenci diri sendiri melibatkan sistem limbik di otak — pusat emosi yang sangat responsif terhadap stres dan rasa takut. 

Saat seseorang terus-menerus berpikir negatif tentang dirinya, tubuh memproduksi hormon stres (kortisol) lebih banyak. 

Ini memperkuat perasaan cemas dan tidak berharga. Dalam jangka panjang, pola ini menjadi siklus biologis: stres → pikiran negatif → stres lagi.

Selain itu, bagian otak bernama amygdala menjadi terlalu aktif, membuat seseorang sulit melihat sisi positif dirinya. 

Inilah kenapa orang dengan self-hate sering tidak percaya ketika dipuji, dan lebih mudah percaya pada kritik.

3. Jalan Keluar, Belajar Menerima Diri, Bukan Mengubah Diri

Mengatasi kebencian terhadap diri sendiri bukan berarti harus jadi “positif” setiap saat. 

Justru, langkah pertama adalah mengakui bahwa rasa benci itu ada, lalu memahaminya tanpa menghakimi. 

Psikoterapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) terbukti efektif. Terapi ini membantu seseorang menantang pikiran negatif yang otomatis muncul dan menggantinya dengan pandangan yang lebih realistis.

Selain itu, self-compassion atau kasih sayang terhadap diri sendiri juga penting. Menurut psikolog Kristin Neff, self-compassion berarti memperlakukan diri seperti memperlakukan sahabat yang sedang kesulitan — dengan empati, bukan ejekan.

Hal lain yang sering diabaikan: rutinitas sehat. Tidur cukup, olahraga ringan, dan menulis jurnal syukur kecil bisa membantu menurunkan kadar stres dan menyeimbangkan emosi. Otak, ternyata, bisa “dilatih” untuk kembali mempercayai diri sendiri.

Pada akhirnya, orang yang membenci dirinya bukan karena lemah, tapi karena terlalu lama hidup dalam luka yang belum sempat sembuh. 

Rasa benci itu bukan identitas — hanya sinyal bahwa ada bagian dari diri yang butuh dipeluk, bukan ditolak.

Link copied to clipboard.