4 TANDA MENTAL KITA SEDANG SAKIT



Tubuh bisa sakit, itu sudah biasa. Kita demam, batuk, flu, lalu minum obat atau istirahat, dan sembuh.

Tapi mental juga bisa “demam” dan “batuk”, hanya saja tidak terlihat dari luar.

Sayangnya, banyak orang tidak sadar bahwa kondisi mental juga bisa sakit—dan sama seperti tubuh, ia bisa dirawat, dicegah, dan disembuhkan.

Dalam psikologi, ada istilah mental distress, yaitu keadaan ketika pikiran dan emosi kita kewalahan menghadapi tekanan hidup. 

Jika dibiarkan terlalu lama, distress bisa berkembang menjadi gangguan psikologis yang lebih berat. 

Karena itu, penting mengenali tanda-tanda awalnya. Berikut empat tanda umum yang sering muncul, tapi sering juga kita abaikan.

1. Mudah Marah atau Tersulut Emosi pada Hal-hal Kecil

Jika kamu merasa mudah meledak, sensitif, atau tersinggung, itu bisa jadi sinyal bahwa pikiranmu sedang lelah. 

Dalam teori Cognitive Load dari John Sweller, ketika beban pikiran terlalu penuh, otak kehilangan kapasitas untuk mengatur emosi. Akhirnya, hal kecil pun terasa besar.

Cara sederhana mengatasi:

  • Tarik napas 3–4 kali dengan perlahan. Teknik ini dikenal sebagai deep breathing untuk mengaktifkan sistem saraf parasimpatik—bagian tubuh yang menenangkan.
  • Kurangi multitasking. Selesaikan satu tugas, lalu lanjut ke yang lain.
  • Tulis penyebab kemarahanmu. Kadang kita marah bukan pada hal kecilnya, tetapi pada akumulasi yang lebih besar.


2. Tidak Tenang, Mudah Cemas, atau Merasa Bersalah Terus-Menerus

Perasaan bersalah yang muncul tanpa alasan jelas bisa terkait dengan cognitive distortion (distorsi pikiran), terutama pola overthinking dan catastrophizing, yaitu kecenderungan membayangkan sesuatu lebih buruk dari kenyataan.

Teori Aaron Beck—bapak terapi kognitif—menjelaskan bahwa pikiran negatif yang berulang dapat menciptakan siklus cemas: pikiran → emosi → perilaku → kembali ke pikiran lagi. Jika tidak diputus, siklus ini membuat kita gelisah seharian.

Cara sederhana mengatasi:

  • Gunakan teknik “Stop—Ganti—Arahkan”.
    Saat pikiran negatif muncul, stop sejenak, ganti dengan pikiran yang lebih realistis, lalu arahkan diri ke aktivitas lain.
  • Buat daftar hal yang bisa kamu kontrol dan yang tidak. Ini membantu otak fokus pada hal yang benar-benar bisa diatasi.
  • Lakukan aktivitas grounding, misalnya menyentuh benda dingin atau menghitung lima benda yang kamu lihat.


3. Merasa Orang Lain Bisa Akrab, Tapi Kamu Tidak

Perasaan terasing atau sulit dekat dengan orang lain bisa berasal dari rendahnya self-esteem (harga diri) atau pola social comparison—kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. 

Leon Festinger dalam Social Comparison Theory menyebutkan bahwa manusia memang cenderung membandingkan diri, tetapi terlalu sering melakukannya membuat kita merasa kurang dan tidak layak dicintai.

Kadang kita merasa, “Kenapa orang lain mudah punya teman dekat sementara aku tidak?” Padahal masalahnya bukan pada kemampuanmu, tetapi pada kondisi emosionalmu yang sedang rentan.

Cara sederhana mengatasi:

  • Mulai dari interaksi kecil. Sapa orang terdekat, beri komentar ringan, atau balas pesan teman yang lama tidak dihubungi.
  • Kurangi membandingkan diri. Fokus pada 1–2 hal baik tentang dirimu setiap hari.
  • Perbaiki regulasi emosi dulu. Orang yang emosinya stabil akan lebih mudah membangun kedekatan sosial.


4. Selalu Ingin Pergi tapi Tidak Tahu Kemana

Ini sering disebut escape feeling—keinginan kabur dari masalah, tanggung jawab, atau situasi yang terasa menekan. 

Dalam teori Fight–Flight–Freeze, respons ini adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh. Bila mentalmu kewalahan, tubuh memberi sinyal untuk menjauh, bahkan ketika tidak ada bahaya nyata.

Kalau kamu sering merasa ingin pergi, pindah, hilang, atau rehat dari semuanya, itu tanda kamu butuh ruang untuk beristirahat secara emosional.

Cara sederhana mengatasi:

  • Berikan “waktu jeda”. Tidak harus pergi jauh—cukup duduk 10 menit tanpa gadget.
  • Atur lingkungan kecil. Rapikan meja, ganti suasana kamar, atau jalan kaki sebentar.
  • Curhat ke satu orang aman. Mendengar dirimu sendiri bercerita bisa meredakan dorongan ingin kabur.

Apa yang Bisa Kita Lakukan agar Mental Tidak Semakin “Sakit”?

Beberapa cara pencegahan ringan yang terbukti membantu menurut psikologi:

a. Jaga Rutinitas Dasar

Tidur cukup, makan teratur, bergerak, dan punya waktu santai. Rutinitas kecil adalah fondasi stabilitas mental.

b. Batasi Paparan Stres

Tidak semua masalah harus ditanggapi. Prioritaskan energi pada hal yang benar-benar penting.

c. Terima Emosi, Jangan Dipaksa Hilang

Menurut teori Emotion Regulation (Gross), emosi yang dipaksa hilang malah menumpuk. Yang benar adalah mengakui dulu, baru mengarahkannya.

d. Mencari Bantuan Jika Perlu

Psikolog bukan untuk orang “gila”. Mereka sama seperti dokter umum, hanya saja bekerja di ranah pikiran dan emosi.

Mental Bisa Sakit, dan Itu Manusiawi

Tidak ada manusia yang selalu kuat. Sama seperti tubuh yang butuh istirahat, mental pun butuh diperhatikan. 

Mengenali tanda-tandanya bukan kelemahan, tetapi keberanian. Jika kamu merasa mengalami beberapa tanda di atas, jangan panik—kamu tidak sendirian, dan kamu bisa pulih.

Yang penting, mulai rawat dirimu dari hal sederhana. Karena kesehatan mental bukan soal “apa kamu kuat”, tetapi “apa kamu mau merawat yang kamu rasakan”.

Tags:
Link copied to clipboard.