Kenapa Usia 50 Tahun ke Atas Mudah Tersinggung dan Marah?

Perubahan sikap di usia 50 tahun


Memasuki usia 50 tahun ke atas, banyak orang mulai menunjukkan perubahan dalam cara merespons situasi sehari-hari. 

Salah satu yang sering terlihat adalah kecenderungan mudah tersinggung atau cepat marah. 

Fenomena ini bukan sekadar “watak bawaan,” tetapi dapat dijelaskan dari aspek fisik, sosio-kultural, dan psikologis.

1. Perubahan fisik dan biologis

Tubuh di usia ini mengalami penurunan fungsi alami. Hormon seperti estrogen dan testosteron berkurang, yang berpengaruh pada kestabilan emosi. 

Gangguan tidur, nyeri sendi, tekanan darah tinggi, atau penyakit kronis yang mulai muncul juga bisa membuat seseorang lebih sensitif. 

Otak, terutama bagian prefrontal cortex yang mengatur kontrol emosi, juga mengalami penurunan fungsi sehingga toleransi terhadap stres menurun. Akibatnya, hal-hal kecil bisa memicu reaksi berlebihan.

2. Faktor sosio-kultural

Dari sisi sosial, orang usia 50 tahun sering dihadapkan pada tantangan baru. Anak-anak sudah dewasa dan mulai mandiri, sehingga peran orang tua perlahan berkurang. 

Di tempat kerja, sebagian merasa tersisih karena munculnya generasi muda yang lebih energik dan adaptif dengan teknologi. 

Kondisi ini dapat menimbulkan perasaan tidak lagi dihargai atau dianggap “usang.” Tekanan finansial, pensiun, hingga perubahan status sosial juga bisa membuat individu lebih mudah merasa terancam atau tidak aman, lalu diekspresikan dengan mudah tersinggung.

3. Aspek psikologis

Secara psikologis, usia paruh baya dan lanjut sering kali menimbulkan krisis eksistensial: pertanyaan tentang makna hidup, pencapaian yang belum terwujud, atau ketakutan menghadapi kematian. 

Perasaan ini bisa memunculkan kecemasan dan frustrasi. Ditambah lagi, beberapa orang memiliki mekanisme coping (cara mengatasi stres) yang terbatas. 

Jika sejak muda tidak terbiasa mengelola emosi, maka di usia tua ketidakseimbangan ini akan semakin kentara.

-00-
Kecenderungan mudah marah pada usia 50 tahun ke atas bukanlah semata-mata karena “tua jadi pemarah,” melainkan hasil interaksi kompleks antara fisik, sosial, dan psikologis. 

Dengan pemahaman ini, keluarga dan lingkungan bisa lebih sabar menghadapi, sementara individu yang bersangkutan dapat belajar strategi pengelolaan emosi, seperti olahraga ringan, meditasi, atau terapi psikologis

Usia lanjut bukan alasan untuk kehilangan kendali; justru bisa menjadi masa untuk menemukan ketenangan baru jika perubahan diri dihadapi dengan bijak.

Link copied to clipboard.