Kesepian Menurut 3 Teori Psikologi

Pernahkah kamu merasa sepi meskipun dikelilingi banyak orang? Dalam psikologi, kesepian atau loneliness bukan sekadar keadaan tanpa teman, tetapi perasaan tidak puas terhadap hubungan sosial yang dimiliki. 

Artinya, seseorang bisa punya banyak kenalan, tapi tetap merasa hampa, tidak dipahami, atau tidak terhubung secara emosional.

Kesepian adalah pengalaman yang sangat manusiawi. Ia dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik, bahkan meningkatkan risiko stres, depresi, dan gangguan kesehatan jantung. 

Para psikolog telah lama meneliti fenomena ini, dan ada beberapa teori besar yang menjelaskan mengapa manusia bisa merasa kesepian. 

Berikut tiga teori utama yang sering dijadikan acuan dalam psikologi modern.

1. Teori Kesepian Emosional dan Sosial (Emotional and Social Isolation Theory)

Tokoh utama teori ini adalah Robert Weiss, seorang psikolog dan sosiolog dari Harvard University. 

Ia memperkenalkan teorinya melalui buku berjudul Loneliness: The Experience of Emotional and Social Isolation (1973). 

Weiss menjelaskan bahwa kesepian memiliki dua bentuk yang berbeda: kesepian emosional dan kesepian sosial.

Kesepian emosional muncul ketika seseorang kehilangan hubungan dekat yang bersifat pribadi, seperti pasangan, sahabat, atau keluarga inti. 

Misalnya, seseorang yang baru kehilangan pasangan hidup akan merasakan kekosongan emosional meski banyak orang di sekitarnya.

Sebaliknya, kesepian sosial terjadi karena kurangnya hubungan dengan kelompok yang lebih luas, seperti teman, tetangga, atau komunitas. 

Misalnya, ketika seseorang pindah ke kota baru dan belum punya jaringan sosial yang kuat.

Weiss menegaskan bahwa kedua jenis kesepian ini membutuhkan pendekatan berbeda. 

Kesepian emosional dapat diatasi dengan membangun hubungan yang lebih intim dan penuh kepercayaan. 

Sementara itu, kesepian sosial bisa dikurangi dengan bergabung dalam kegiatan komunitas atau lingkungan sosial yang suportif. 

Teori ini menjadi dasar penting bagi berbagai penelitian tentang intervensi sosial dan terapi kesepian.

2. Teori Evolusioner Kesepian (Evolutionary Theory of Loneliness)

Teori ini dikembangkan oleh John T. Cacioppo dan Stephanie Cacioppo dari University of Chicago. 

Mereka menulis buku Loneliness: Human Nature and the Need for Social Connection (2008), yang menjelaskan bahwa kesepian sebenarnya memiliki fungsi biologis yang penting.

Menurut teori evolusioner ini, kesepian adalah mekanisme alami yang mendorong manusia untuk tetap menjalin hubungan sosial, mirip seperti rasa lapar yang membuat kita mencari makanan. 

Dalam sejarah evolusi, manusia bertahan hidup dengan bekerja sama dalam kelompok. 

Maka, kesepian berfungsi sebagai alarm dari otak yang memberi sinyal bahwa kita sedang kekurangan hubungan sosial yang sehat.

Namun, jika kesepian dibiarkan terlalu lama, efeknya bisa menjadi negatif. 

Cacioppo menemukan bahwa kesepian kronis dapat mengubah cara otak memandang dunia. 

Orang yang kesepian cenderung menjadi lebih waspada, sensitif terhadap penolakan, dan sulit mempercayai orang lain. Hal ini justru membuat mereka semakin terisolasi.

Penelitian Cacioppo juga menunjukkan bahwa rasa kesepian menimbulkan reaksi di otak yang mirip dengan rasa sakit fisik. 

Artinya, kesepian memang benar-benar “menyakitkan”, bukan hanya secara emosional, tetapi juga biologis. 

Teori ini mengajarkan bahwa kesepian adalah bagian alami dari manusia, bukan kelemahan pribadi.

3. Teori Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need to Belong Theory)

Teori ketiga ini dikemukakan oleh Roy F. Baumeister dan Mark R. Leary, dua psikolog sosial dari Amerika Serikat. 

Mereka mempublikasikan karya monumental berjudul The Need to Belong: Desire for Interpersonal Attachments as a Fundamental Human Motivation (1995).

Menurut teori ini, manusia memiliki kebutuhan dasar untuk membentuk dan mempertahankan hubungan interpersonal yang stabil dan positif. 

Kebutuhan ini sama pentingnya dengan kebutuhan biologis seperti makan dan tidur. Ketika kebutuhan untuk berafiliasi tidak terpenuhi, muncullah perasaan kesepian.

Kesepian, dalam pandangan Baumeister dan Leary, bisa menyebabkan berbagai dampak negatif. 

Seseorang yang merasa tidak diterima atau tidak memiliki koneksi sosial yang bermakna bisa mengalami penurunan konsentrasi, stres emosional, hingga risiko depresi. 

Dalam jangka panjang, hal ini juga dapat memengaruhi kesehatan fisik dan perilaku sosial seseorang.

Teori ini juga relevan dengan fenomena modern: banyak orang yang aktif di media sosial tetapi tetap merasa kesepian. 

Hal ini karena interaksi digital tidak selalu memberikan rasa keterikatan emosional yang nyata. Hubungan online sering kali dangkal, tanpa kedekatan personal yang membuat seseorang merasa benar-benar diterima.

***

Ketiga teori di atas memperlihatkan bahwa kesepian bukanlah sekadar perasaan sedih karena sendirian. 

Ia adalah sinyal psikologis dan biologis bahwa manusia membutuhkan hubungan sosial yang bermakna.

Robert Weiss menjelaskan dua bentuk kesepian yang berbeda, John Cacioppo menegaskan fungsi evolusioner dari kesepian sebagai sinyal bertahan hidup, sedangkan Baumeister dan Leary menekankan bahwa kebutuhan untuk berafiliasi adalah bagian fundamental dari motivasi manusia.

Di era digital seperti sekarang, koneksi sosial memang bisa dilakukan dengan mudah, tapi tidak semua hubungan memberi rasa kedekatan emosional yang sejati. 

Itulah sebabnya, menjaga kualitas hubungan jauh lebih penting daripada sekadar banyaknya interaksi.

Kadang, berbicara dari hati ke hati, bertemu langsung, atau sekadar mendengarkan seseorang dengan tulus bisa menjadi cara paling efektif untuk mengusir kesepian. 

Sebab pada dasarnya, setiap manusia hanya ingin merasa dimengerti dan diterima apa adanya. []

Link copied to clipboard.